Oleh Savitri Dewi,Psi,Mch
“ Didiklah anak – anakmu karena mereka
dijadikan untuk menghadapi masa yang bukan masamu (yakni masa depan, sebagai
generasi pengganti)” – Rasulullah SAW
Ibn
Al Qayyim Al Jauziyyah berkata, “Barangsiapa tidak memperhatikan pendidikan
tentang apa saja yang bermanfaat bagi anaknya dan membiarkan anaknya terlantar,
sungguh dia telah melakukan kejahatan yang terbesar kepadanya. Sebagian besar
hal – hal negatif pada anak – anak sebenarnya hanyalah disebabkan dari faktor
orang tua dan tidak adanya perhatian mereka kepada anak – anaknya,
menelantarkan pendidikan mereka tentang kewajiban – kewajiban dan anjuran –
anjuran dalam agama. Orangtua telah menyia – nyiakan mereka pada waktu kecil
sehingga ketika besar mereka tidak dapat mendayagunakan diri mereka dan
orangtua pun tidak dapat merasakan manfaat dari mereka”
Orangtua berkewajiban
mempersiapkan tubuh, jiwa dan akhlak anak – anaknya untuk menghadapi pergaulan
masyarakat. Memang, memberikan pendidikan dan bimbingan yang sempurna kepada
anak – anak merupakan tugas besar bagi ayah dan ibu. Kewajiban ini merupakan
tugas yang ditekankan agama dn hukum masyarakat. Karena itu, seseorang yang
tidak mau memperhatikan pendidikan anak, di pandang orang banyak sebagai
orangtua yang tidak bertanggung jawab terhadap amanah Allah.Rasulullah
bersabda, “Orangtua tidak memberi kepada anaknya sesuatu pemberian yang
lebih utama dari budi pekerti dan pendidikan yang baik” (HR At Tirmidzi).
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Muliakan anak – anakmu dan didiklah
dengan budi pekerti yang baik” (HR Ibn Majah).
Orangtua hendaknya memandang kemasa depan anak – anaknya. Yakni, betapa
kehidupan generasi masa depan yang tidak mengenal agama Islam,kiranya dapat
dibayangkan betapa kehidupan mereka akan dikuasai oleh hawa nafsu dan akhirnya
mereka pun terjerumus ke jurang kehancuran dan kehinaan.
Pandangan ke depan inilah yang merupakan tanggung jawab kita. Bahkan Rasulullah
pun sangat memperhatikan kehidupan masa depan sebagaimana pesannya,
“Didiklah anak – anakmu karena mereka dijadikan untuk menghadapi masa
yang bukan masamu (yakni masa depan, sebagai generasi pengganti)”.
Dan menjaga anak sebagai amanah dari Allah adalah sebuah kewajiban dengan cara
menempatkan mereka di tempat yang layak baginya dan memberikan perhatian yang
penuh serta memeliharanya dari kerusakan.Namun amat disayangkan, ternyata
sebagian besar orang sering meremehkan pendidikan anak. Padahal sikap
meremehkan pendidikan terhadap anak, berarti mengarahkan suatu bencana yang
akan menghancurkan masyarakat Islam sendiri.
Dalam hal ini,keluarga sebagai institusi terkecil masyarakat,keluarga adalah
jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir batin yang
dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangannya,
adalah cerminan dari keadaan keluarga – keluarga yang hidup pada masyarakat
tersebut.
Keluarga adalah sekolah, tempat putra putri bangsa belajar. Dari sana mereka
mempelajari sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, kasih sayang, ghirah
(kecemburuan positif), dan masih banyak lagi.Dari kehidupan keluarga, seorang
ayah dan suami memperoleh dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dalam
rangka membela anak dan istrinya. Juga untuk membahagiakan mereka, baik pada
saat hidupnya dan setelah kematiannya.Dari keluarga pula seorang anak dapat
tumbuh dan berkembang, dan bagaimana ia kelak menjadi dewasa adalah tergantung
dari keluarganya. Al Qur’an menamakan anak sebagai “qurrah al a’yun” (buah
hati yang menyenangkan => QS Al Furqan [25] : 74), serta “zinah hayah
al-dunya” (hiasan kehidupan dunia => QS Al Kahfi [18] : 46).Hal ini
menandakan bahwa anak hendaklah menjadi seperti yang diterangkan oleh Al Qur’an
tersebut. Dan salah satu upaya menjadikan anak seperti yang diharapkan oleh Al
Qur’an adalah dengan mendidiknya agar mereka senantiasa berada di fitrahnya
yang lurus.
Salah satu fase pendidikan yang penting kepada anak adalah pada usia baligh.
Karena usia baligh adalah masa penentu dalam kehidupan seseorang. Jika sebelum
masa baligh seorang anak tidak dikenakan beban taklif, maka pada usia inilah ia
mulai dikenakan sanksi dan tanggung jawab oleh Allah SWT.Perlu diingat pula
bahwa masa baligh adalah masa yang penuh dengan kekuatan di antara dua
kelemahan, yaitu kelemahan masa kanak – kanak dan kelemahan masa tua,
sebagaimana difirmankan dalam QS Ar Rum (30) : 54, “Allah , Dialah yang
menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu menjadi kuat,kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu
lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya dan Dialah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”
PANDUAN MENDIDIK ANAK USIA BALIGH
Menurut H Sulaiman Rasjid dalam
Fiqh Islam, anak dianggap telah baligh (dewasa) apabila dalam dirinya sudah ada
salah satu sifat di bawah ini :
1. Telah berusia 15 tahun.
2. Telah keluar sperma (melalui mimpi basah/polutio bagi
anak laki – laki)
3. Telah haid bagi anak perempuan.
Berkaitan dengan tanda – tanda di atas,
maka sebagai orangtua, ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mendampingi
mereka. Pendampingan itu antara lain :
1. Pendampingan dalam hal akidah.
Dalam pendampingan akidah ini,
hendaknya orangtua senantiasa mengingatkan anaknya bahwa iman yang bersih
adalah iman yang tidak tercampur dengan perbuatan syirik, bahkan sampai yang
paling kecil sekalipun. Hendaknya kita perlu waspada bahwa perbuatan syirik
telah merajalela di sekitar kita,seperti misalnya iklan layanan paranormal di
media televisi atau ramalan bintang di media cetak, Di samping itu, pendidikan
akidah tidak hanya bertujuan agar anak menjauhi perbuatan syirik,tetapi juga
menanamkan kepercayaan diri sehingga anak tidak hidup dengan bayang – bayang
glamour dunia modern dan pengidolaan seorang artis secara berlebihan.
2. Mengajarkan tentang berbakti kepada
orang tua.
Jika orangtua menginginkan anaknya
berbakti kepada mereka, bantulah anak dengan sikap kasih sayang dan lembut,
bukan dengan ucapan atau sikap penuh dengan makian, bentakan atau cemoohan.
Semua itu dapat menimbulkan luka di hati anak. Terlebih anak yang
memasuki usia baligh memiliki sifat pemberontak, merasa tidak ingin dikekang
sehingga orangtua dituntut untuk menunjukkan kelemahlembutannya.
3. Mengajar kan ayat – ayat Qauliyah
dan KauniyahNya
Suka atau tidak suka, kita wajib
mewaspadai bahwa metode merasakan keluasan ilmu Allah sudah tidak diajarkan
oleh sebagian orangtua kepada anak – anaknya.
Contohnya : sebuah survey mengatakan
bahwa sekitar 60% siswa SMP sudah melakukan hubungan seks pra nikah. Ironis
sekali kenyataan tersebut,betapa murah harga sebuah kesucian bagi sebagian anak
– anak yang mulai memasuki usia baligh. Di sinilah pentingnya peran orangtua
menanamkan pengetahuan kepada anak – anaknya bahwa sekecil apapun perbuatan
pasti akan ada balasannya.
4. Mendirikan shalat
Orangtua yang memiliki anak yang
memasuki usia baligh hendaknya memerintahkan anaknya untk mengerjakan shalat,
karena pada masa baligh seseorang telah dikenakan hukum taklif, dan shalat
merupakan salah satu kewajiban yang ditekankan. Seperti yang tercantum
dalam QS Thaha (20) : 132, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di
akhirat) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
Sedemikian pentingnya, Rasulullah SAW memerintahkan orangtua untuk memerintahkan anaknya mengerjakan shalat bahkan sebelum usia baligh, sehingga diharapkan ketika ia mulai memasuki masa baligh, sang anak telah terbiasa mengerjakannya.
IbnuTaimiyah berkata,”Orangtua yang hidup bersanding dengan anak kecil, baik ia budak atau anak yatim atau seorang putra, tetapi ia tidak memerintahkannya untuk menjalankan ibadah shalat,maka orangtualah yang dihukum apabila ia tidak memerintahkan anaknya tersebut. Orangtua seperti ini akan diberi sanksi (oleh pihak yang berwenang) dengan sanksi yang berat karena sikapnya tersebut. Mereka telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya”
Sedemikian pentingnya, Rasulullah SAW memerintahkan orangtua untuk memerintahkan anaknya mengerjakan shalat bahkan sebelum usia baligh, sehingga diharapkan ketika ia mulai memasuki masa baligh, sang anak telah terbiasa mengerjakannya.
IbnuTaimiyah berkata,”Orangtua yang hidup bersanding dengan anak kecil, baik ia budak atau anak yatim atau seorang putra, tetapi ia tidak memerintahkannya untuk menjalankan ibadah shalat,maka orangtualah yang dihukum apabila ia tidak memerintahkan anaknya tersebut. Orangtua seperti ini akan diberi sanksi (oleh pihak yang berwenang) dengan sanksi yang berat karena sikapnya tersebut. Mereka telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya”
5.Mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar
Menyuruh mengerjakan ma’ruf mengandung
pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri
mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang
terlebih dahulu mencegah dirinya. Kesadaran ini juga akan memupuk rasa
persatuan di antara sesamanya,karena amar ma’ruf hanya ditujukan bagi segala
kebaikan demi terciptanya suasana yang baik dan harmonis. Ketika temannya
melakukan suatu perbuatan yang buruk dalam pandangan agama dan adat, maka anak
akan memerintahkannya kepada kebaikan.
6. Menanamkan rasa malu.
Di antara rasa malu yang penting untuk
ditanamkan adalah malu jika tidak mau shalat, malu jika sampai seusianya tidak
bisa membaca Al Qur’an, malu jika aurat terbuka, malu jika aurat terbuka, malu
jika berbuat maksiat, dan lain – lain.
7. Meluruskan perilaku seksual
Di antara masalah kesehatan yang
penting dan diwajibkan oleh islam atas para orangtua adalah meluruskan perilaku
seksual anak melalui pengawasan yang terus menerus dan penyuluhan yang serius,
sehingga mereka dapat melewati fase yang sulit ini dalam kehidupan mereka.
Selain hal – hal di atas, faktor lain
yang dapat menguatkan pendampingan kepada anak usia baligh adalah :
1. Doa
2. Contoh teladan dari orangtua.
3.Rezeki yang halal
4. Kesabaran dalam mendidik
5. Sikap lemah lembut dalam keluarga
Hal penting yang perlu diingat bahwa orangtua hanya bertugas mendidik, sedangkan pada akhirnya Allah yang memberikan hidayah dan taufik agar sang anak dapat meniti jalan menuju surga. Oleh karena itu, keadaan dan doa dari orangtua menjadi faktor penentu bagi pendidikan sang buah hati ketika memasuki usia baligh.
Wallahu a’lam bish shawab.
Savitri Dewi
Jl. Purbaya Raya no.16 Perumda
Karangalit Salatiga
Konselor dan Psikolog di :
- SMP Muhammadiyah Salatiga
- Biro Konsultasi Tazkia STAIN Salatiga
- Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Jawa
Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar