Penghargaan tertinggi bidang fotografi jurnalistik "Pulitzer Prize"
pada tahun 1994, jatuh pada foto seorang gadis yang menangis kelaparan
dan berusaha merangkak kelelahan menuju camp pengungsian PBB yang
berjarak 1 kilometer dari tempatnya. Ia tanpa pakaian, kurus dengan
tulang menonjol dimana-mana, sementara di belakangnya ada burung pemakan bangkai yang sudah mencium 'bau kematian' gadis kecil tersebut.
Foto tersebut diambil di Sudan, Afrika Utara pada Maret 1993, oleh seorang wartawan bernama Kevin Carter, yang mendengar suara tangis anak tersebut. Ia sempat menunggu selama 20 menit supaya burung pemakan bangkai itu pergi, tetapi akhirnya mengambil foto gadis itu karena burung tersebut tidak juga meninggalkan gadis tersebut. Kemudian ia meninggalkannya.
Begitu foto tersebut dipublikasikan oleh harian "New York Times", redaksi menerima begitu banyak telepon menanyakan kabar gadis itu:
Foto tersebut diambil di Sudan, Afrika Utara pada Maret 1993, oleh seorang wartawan bernama Kevin Carter, yang mendengar suara tangis anak tersebut. Ia sempat menunggu selama 20 menit supaya burung pemakan bangkai itu pergi, tetapi akhirnya mengambil foto gadis itu karena burung tersebut tidak juga meninggalkan gadis tersebut. Kemudian ia meninggalkannya.
Begitu foto tersebut dipublikasikan oleh harian "New York Times", redaksi menerima begitu banyak telepon menanyakan kabar gadis itu:
"Apakah dia tewas?"
"Apakah dia bisa sampai ke camp/food-center PBB?"
"Apakah dia dimakan burung pemakan bangkai?"
"Bagaimana saya bisa menolong gadis tersebut?", dan...
"Mengapa Kevin tidak segera menolong anak itu?!"
Dua bulan setelah menerima penghargaan bergengsi tersebut, Kevin mati
bunuh diri karena dihantui pemandangan tersebut. Mungkin dia menyesal,
tidak menolong anak kelaparan tersebut.
Teman-teman. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Mari, selagi masih ada kesempatan berbuat baik, kita berbuat baik dengan tidak jemu-jemu. Jangan sampai kita menyesali diri karena kesempatan berbuat baik itu sudah tertutup.
Teman-teman. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Mari, selagi masih ada kesempatan berbuat baik, kita berbuat baik dengan tidak jemu-jemu. Jangan sampai kita menyesali diri karena kesempatan berbuat baik itu sudah tertutup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar