Jumat, 11 Mei 2012

Anakku, akan kuhantarkan kau ke Surga

Oleh Savitri Dewi,Psi,Mch
 
“ Didiklah anak – anakmu karena mereka dijadikan untuk menghadapi masa yang bukan masamu (yakni masa depan, sebagai generasi pengganti)” – Rasulullah SAW
Ibn Al Qayyim Al Jauziyyah berkata, “Barangsiapa tidak memperhatikan pendidikan tentang apa saja yang bermanfaat bagi anaknya dan membiarkan anaknya terlantar, sungguh dia telah melakukan kejahatan yang terbesar kepadanya. Sebagian besar hal – hal negatif pada anak – anak sebenarnya hanyalah disebabkan dari faktor orang tua dan tidak adanya perhatian mereka kepada anak – anaknya, menelantarkan pendidikan mereka tentang kewajiban – kewajiban dan anjuran – anjuran dalam agama. Orangtua telah menyia – nyiakan mereka pada waktu kecil sehingga ketika besar mereka tidak dapat mendayagunakan diri mereka dan orangtua pun tidak dapat merasakan manfaat dari mereka”
     Orangtua berkewajiban mempersiapkan tubuh, jiwa dan akhlak anak – anaknya untuk menghadapi pergaulan masyarakat. Memang, memberikan pendidikan dan bimbingan yang sempurna kepada anak – anak merupakan tugas besar bagi ayah dan ibu. Kewajiban ini merupakan tugas yang ditekankan agama dn hukum masyarakat. Karena itu, seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak, di pandang orang banyak sebagai orangtua yang tidak bertanggung jawab terhadap amanah Allah.Rasulullah bersabda, “Orangtua tidak memberi kepada anaknya sesuatu pemberian yang lebih utama dari budi pekerti dan pendidikan yang baik” (HR At Tirmidzi). Dalam hadits lain beliau bersabda, “Muliakan anak – anakmu dan didiklah dengan budi pekerti yang baik” (HR Ibn Majah).
           Orangtua hendaknya memandang kemasa depan anak – anaknya. Yakni, betapa kehidupan generasi masa depan yang tidak mengenal agama Islam,kiranya dapat dibayangkan betapa kehidupan mereka akan dikuasai oleh hawa nafsu dan akhirnya mereka pun terjerumus ke jurang kehancuran dan kehinaan.
           Pandangan ke depan inilah yang merupakan tanggung jawab kita. Bahkan Rasulullah pun sangat memperhatikan kehidupan masa depan sebagaimana pesannya, “Didiklah anak  – anakmu karena mereka dijadikan untuk menghadapi masa yang bukan masamu (yakni masa depan, sebagai generasi pengganti)”.
          Dan menjaga anak sebagai amanah dari Allah adalah sebuah kewajiban dengan cara menempatkan mereka di tempat yang layak baginya dan memberikan perhatian yang penuh serta memeliharanya dari kerusakan.Namun amat disayangkan, ternyata sebagian besar orang sering meremehkan pendidikan anak. Padahal sikap meremehkan pendidikan terhadap anak, berarti mengarahkan suatu bencana yang akan menghancurkan masyarakat Islam sendiri.
            Dalam hal ini,keluarga sebagai institusi terkecil masyarakat,keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga – keluarga yang hidup pada masyarakat tersebut.
            Keluarga adalah sekolah, tempat putra putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, kasih sayang, ghirah (kecemburuan positif), dan masih banyak lagi.Dari kehidupan keluarga, seorang ayah dan suami memperoleh dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dalam rangka membela anak dan istrinya. Juga untuk membahagiakan mereka, baik pada saat hidupnya dan setelah kematiannya.Dari keluarga pula seorang anak dapat tumbuh dan berkembang, dan bagaimana ia kelak menjadi dewasa adalah tergantung dari keluarganya. Al Qur’an menamakan anak sebagai “qurrah al a’yun” (buah hati yang menyenangkan => QS Al Furqan [25] : 74), serta “zinah hayah al-dunya” (hiasan kehidupan dunia => QS Al Kahfi [18] : 46).Hal ini menandakan bahwa anak hendaklah menjadi seperti yang diterangkan oleh Al Qur’an tersebut. Dan salah satu upaya menjadikan anak seperti yang diharapkan oleh Al Qur’an adalah dengan mendidiknya agar mereka senantiasa berada di fitrahnya yang lurus.
          Salah satu fase pendidikan yang penting kepada anak adalah pada usia baligh. Karena usia baligh adalah masa penentu dalam kehidupan seseorang. Jika sebelum masa baligh seorang anak tidak dikenakan beban taklif, maka pada usia inilah ia mulai dikenakan sanksi dan tanggung jawab oleh Allah SWT.Perlu diingat pula bahwa masa baligh adalah masa yang penuh dengan kekuatan di antara dua kelemahan, yaitu kelemahan masa kanak – kanak dan kelemahan masa tua, sebagaimana difirmankan dalam QS Ar Rum (30) : 54, “Allah , Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”


PANDUAN MENDIDIK ANAK USIA BALIGH
Menurut  H Sulaiman Rasjid dalam Fiqh Islam, anak dianggap telah baligh (dewasa) apabila dalam dirinya sudah ada salah satu sifat di bawah ini :
1. Telah berusia 15 tahun.
2. Telah keluar sperma (melalui mimpi basah/polutio bagi anak laki – laki)
3. Telah haid bagi anak perempuan.
Berkaitan dengan tanda – tanda di atas, maka sebagai orangtua, ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mendampingi mereka. Pendampingan itu antara lain :

1. Pendampingan dalam hal akidah.
Dalam pendampingan akidah ini, hendaknya orangtua senantiasa mengingatkan anaknya bahwa iman yang bersih adalah iman yang tidak tercampur dengan perbuatan syirik, bahkan sampai yang paling kecil sekalipun. Hendaknya kita perlu waspada bahwa perbuatan syirik telah merajalela di sekitar kita,seperti misalnya iklan layanan paranormal di media televisi atau ramalan bintang di media cetak, Di samping itu, pendidikan akidah tidak hanya bertujuan agar anak menjauhi perbuatan syirik,tetapi juga menanamkan kepercayaan diri sehingga anak tidak hidup dengan bayang – bayang glamour dunia modern dan pengidolaan seorang artis secara berlebihan.

2. Mengajarkan tentang berbakti kepada orang tua.
Jika orangtua menginginkan anaknya berbakti kepada mereka, bantulah anak dengan sikap kasih sayang dan lembut, bukan dengan ucapan atau sikap penuh dengan makian, bentakan atau cemoohan. Semua itu dapat menimbulkan luka di hati anak. Terlebih  anak yang memasuki usia baligh memiliki sifat pemberontak, merasa tidak ingin dikekang sehingga orangtua dituntut untuk menunjukkan kelemahlembutannya.

3. Mengajar kan ayat – ayat Qauliyah dan KauniyahNya
Suka atau tidak suka, kita wajib mewaspadai bahwa metode merasakan keluasan ilmu Allah sudah tidak diajarkan oleh sebagian orangtua kepada anak – anaknya.
Contohnya : sebuah survey mengatakan bahwa sekitar 60% siswa SMP sudah melakukan hubungan seks pra nikah. Ironis sekali kenyataan tersebut,betapa murah harga sebuah kesucian bagi sebagian anak – anak yang mulai memasuki usia baligh. Di sinilah pentingnya peran orangtua menanamkan pengetahuan kepada anak – anaknya bahwa sekecil apapun perbuatan pasti akan ada balasannya.

4. Mendirikan shalat
Orangtua yang memiliki anak yang memasuki usia baligh hendaknya memerintahkan anaknya untk mengerjakan shalat, karena pada masa baligh seseorang telah dikenakan hukum taklif, dan shalat merupakan salah satu kewajiban yang ditekankan. Seperti  yang tercantum dalam QS Thaha (20) : 132, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
Sedemikian pentingnya, Rasulullah SAW memerintahkan orangtua untuk memerintahkan anaknya mengerjakan shalat bahkan sebelum usia baligh, sehingga diharapkan ketika ia mulai memasuki masa baligh, sang anak telah terbiasa mengerjakannya.
IbnuTaimiyah berkata,”Orangtua yang hidup bersanding dengan anak kecil, baik ia budak atau anak yatim atau seorang putra, tetapi ia tidak memerintahkannya untuk menjalankan ibadah shalat,maka orangtualah yang dihukum apabila ia tidak memerintahkan anaknya tersebut. Orangtua seperti ini akan diberi sanksi (oleh pihak yang berwenang) dengan sanksi yang berat karena sikapnya tersebut. Mereka telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya”

5.Mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar
Menyuruh mengerjakan ma’ruf mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Kesadaran ini juga akan memupuk rasa persatuan di antara sesamanya,karena amar ma’ruf hanya ditujukan bagi segala kebaikan demi terciptanya suasana yang baik dan harmonis. Ketika temannya melakukan suatu perbuatan yang buruk dalam pandangan agama dan adat, maka anak akan memerintahkannya kepada kebaikan.

6. Menanamkan rasa malu.
Di antara rasa malu yang penting untuk ditanamkan adalah malu jika tidak mau shalat, malu jika sampai seusianya tidak bisa membaca Al Qur’an, malu jika aurat terbuka, malu jika aurat terbuka, malu jika berbuat maksiat, dan lain – lain.

7. Meluruskan perilaku seksual
Di antara masalah kesehatan yang penting dan diwajibkan oleh islam atas para orangtua adalah meluruskan perilaku seksual anak melalui pengawasan yang terus menerus dan penyuluhan yang serius, sehingga mereka dapat melewati fase yang sulit ini dalam kehidupan mereka.
Selain hal – hal di atas, faktor lain yang dapat menguatkan pendampingan kepada anak usia baligh adalah :
1. Doa
2. Contoh teladan dari orangtua.
3.Rezeki yang halal
4. Kesabaran dalam mendidik
5. Sikap lemah lembut dalam keluarga

Hal penting yang perlu diingat bahwa orangtua hanya bertugas mendidik, sedangkan pada akhirnya Allah yang memberikan hidayah dan taufik agar sang anak dapat meniti jalan menuju surga. Oleh karena itu, keadaan dan doa dari orangtua menjadi faktor penentu bagi pendidikan sang buah hati ketika memasuki usia baligh.
Wallahu a’lam bish shawab.

Savitri Dewi
Jl. Purbaya Raya no.16 Perumda Karangalit Salatiga
Konselor dan Psikolog di :
- SMP Muhammadiyah Salatiga
- Biro Konsultasi Tazkia STAIN Salatiga
- Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Jawa Tengah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar