Selasa, 14 Oktober 2014

Subhanallah...! H Jaslin Terima 'Mukjizat' di Tanah Suci


MAKKAH (KRjogja.com) - Banyak cerita menarik dari para jemaah haji di Tanah Suci. Ada yang merasa dipermudah Allah dalam menjalankan ibadah, ada pula yang menemui hal-hal yang tidak diinginkan. Ada juga yang awalnya pesimis berangkat haji, karena kondisi kesehatannya, tetapi justru bisa menjalankan ibadah dengan lancar, bahkan bisa membantu orang lain.
Kenyataan terakhir inilah yang dialami Dr H Jaslin Ikhsan, dosen Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Berikut penuturannya yang disampaikan kepada redaksi KRjogja.com :
Saya seorang pengajar yang alhamdulillah tahun ini menunaikan ibadah haji. Dari tinjauan usia, saya mungkin dapat digolongkan pada usia muda di antara para jemaah haji di regu atau rombongan saya.
Namun, saya seorang penderita DM (Diabetes Militus) atau di masyarakat lebih dikenal dengan nama 'Penyakit Gula atau Kencing Manis'. Penyakit ini sudah bersahabat dengan saya selama kurang lebih lima tahun terakhir. Guna mengendalikan gula darah, saya disarankan oleh dokter untuk inject insulin Levemir setiap hari dan konsul ke dokter indokrin setiap bulan. 
Disamping itu, saya juga seharusnya diet makanan sesuai dengan anjuran ahli gizi dan berolahraga secara rutin. Meski saya tidak menjalankan semua itu dengan sangat disiplin, namun barangkali dapat saya katakan bahwa gula darah saya cukup terkendali dalam kisaran angka yang wajar.
Saat akan berangkat ke tanah suci, frekuensi saya untuk konsultasi ke dokter semakin tinggi dengan tujuan untuk mengetahui dan memprediksi kekuatan fisik saya dalam ibadah haji nanti di samping untuk melengkapi obat-obatan yang sebaiknya saya bawa. Namun, sungguh jauh dari harapan, bahwa gula darah saya terpantau relatif tinggi meski sudah diinjeksi dengan Levemir seperti biasanya.
Pilek-batuk pun menghampiri. Batuk tersebut terasakan cukup berat dan sudah berlangsung bulanan. Makanya, saat dihimbau untuk injeksi vaksin flu dua minggu sebelum keberangkatan, saya menundanya dengan harapan saya dapat melakukannya di saat kondisi badan lebih baik. Namun, kondisi itu tidak kunjung datang, sehingga lima hari sebelum keberangkatan (yang menurut dokter sudah agak terlambat), saya mengunjungi dokter untuk suntik vaksin flu.
Akibatnya, suhu badan terasa meninggi dan lemas, batukpun lebih 'ngekel'. Saya sungguh khawatir kesiapan saya untuk berhaji pada saat itu. Namun, saya pasrahkan kepada Allah SWT yang mengatur segalanya, dengan senantiasa berdoa dan berharap belas kasihanNYA semoga saya mampu menjalankan semuanya secara tertib dan baik. Kondisi tersebut sebetulnya berbeda dengan hasil laboratorium saat pemeriksaan kesehatan di bulan Maret 2014, yang mengindikasikan bahwa kondisi fisik saya sehat. 
Saya tetap bersemangat saat berangkat meski badan masih kurang fit. Saya berangkat dalam kelompok terbang 24 SOC bersama jemaah lainnya dari KBIH Raudhah di bawah pembimbing utama KH Abu Salim Aliy dan ketua rombongan H Ngadiman SAg. Beliau berdua tahu persis bahwa saya adalah penserita DM. 
Namun, saya diminta untuk menjadi ketua suatu regu yang anggotanya 90% mengenakan gelang jambon RISTI (Risiko Tinggi) kesehatan termasuk diri saya sendiri. RISTI karena suatu penyakit diderita dan/atau karena lansia (lanjut usia).

Gelang tanda RISTI yang dikenakan Dr Jaslin Ikhsan.

Sejak awal saya berpikir menjadi ketua suatu regu yang anggotanya bergelang RISTI mungkin baik bagi saya karena senasib. Namun, kenyataannya tidak begitu karena banyak kerja fisik dalam perjalanan dan dalam ibadah harus diselesaikan bersama, apalagi di antara mereka ada yang sudah pelupa dan tidak dapat mandiri dalam mengerjakan banyak hal.
Begitu sampai Madinah, saya melaksanakan ibadah sesuai arahan mbah KH Abu Salim Aliy, yang selama pelaksanaan ibadah haji berperan sebagai pembimbing dan guru saya. Saya berupaya menjalankan niat dari rumah "Jika mata melek, saya akan berupaya untuk beribadah sebisanya, dan jika mata mengantuk saya akan menidurkannya". 
Niat ini didasari suatu kenyataan saat di rumah bahwa sebagai penderita DM, saya harus cukup istirahat. Terbukti kurang istirahat sangat mengganggu kesehatan saya. Namun, subhanallaahal'adziim, ya Rohaman ya Rohiim, sejak di Madinah itu badan saya sangat 'entheng: dan batuk-pilek bawaan dari rumah pun lenyap. Meskipun demikian, obat-obat rutin dari rumah berupa insulin dan vitamin masih saya konsumsi. 
Tetapi, saya merasa sungguh heran ketika saya mengalami hipoglikemi (kandungan gula darah sangat rendah), meskipun insulin yang saya suntikkan hanya separo dari resep dokter. Namun, saya belum menyadari penyebab hipoglikemi tersebut. Setelah kasus ini berulang, maka saya memutuskan untuk tidak lagi menyuntikkan insulin di tubuh saya supaya tidak terjadi hipoglikemi, dan sungguh mengherankan bahwa GDS (Gula Darah Sewaktu) relatif terkendali berdasarkan cek scanning GDS yang saya lakukan sendiri secara rutin setiap tiga hari. Saya tidak bisa menjelaskan secara ilmiah apa yang terjadi, tapi saya menceritakan apa yang saya alami terkait dengan kesehatan badanku ini.
Rangkaian ibadah sudah saya lakukan, meliputi Arba'in di masjid Nabawi, umrah wajib, thawaf, umrah sunnah, dan rukun haji. Ada beberapa kejadian penting dalam rangkaian kegiatan tersebut terjadi sebagai pengalaman luar biasa bagi saya sebagai penderita DM. 
Dalam menjalankan wajib haji melempar jumrah di hari raya dan hari tasyrik, saya mendapatkan titipan untuk melemparkan mewakili mereka yang merasa berat untuk berjalan menuju jamarat yang berjarak kurang lebih 7 km PP. Di hari tasyrik yang ketiga, mbah KH Abu Salim Aliy memanggil saya dan mendiskusikan kemungkinan untuk mengajak semua jemaah KBIH Ar-Raudhah Yogyakarta untuk pergi ke jamarat, termasuk mereka yang pada waktu lalu diwakili. Bagi jemaah yang harus dikursirodakan, maka akan diupayakan kursi, dan diperlukan pendorongnya. Ada empat jemaah, dan saya ditunjuk menjadi salah satu pendorongnya. 
Ini kesempatan yang membahagiakan bagi jemaah yang belum pernah ke jamarat karena halangan RISTI tersebut. Saya mendorong seorang jemaah, Sri Budhiarti (74 tahun) dari Pulerejo. Perjalanan kaki menempuh jarak kurang lebih 7 km PP dengan mendorong kursi roda di antara padatnya lalu lintas jemaah yang menuju jamarat adalah sangat mengesankan. Meski peluh bercucuran bak mandi keringat, namun saya merasa sangat bahagia karena mampu secara fisik melaksanakannya. Sementara itu, Ibu Sri Budhiarti yang saya dorong menangis sepanjang jalan karena merasa terharu, mampu melempar jumrah sendiri yang juga tidak pernah pula dia bayangkan.
Pengalaman ini sungguh luar biasa bagi kami, khususnya saya, di mana saya merasa tangguh dan bahkan membantu jemaah lain. Padahal hal ini tidak pernah saya bayangkan mengingat kindisi kesehatan saya. Saya juga merasa sangat bahagia dan bersyukur kepada Allah SWT karena saya lebih sehat, dan berdoa semoga penyakit yang saya derita bisa sembuh, karena itulah yang selalu saya pinta saat di Tanah Suci. Semoga Allah yang Maha Kasih dan Sayang mengambulkan doa kami, doa kita. Aamiin.(*)
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar